Friday, November 5, 2010

Kelompok Yang Selamat (al-firqatun-najiyyah)

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh

Al-’Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullaah :
Tidak samar bagi seorang muslim yang mengerti kitab dan sunnah dan apa yang ada di atasnya as-salafush-shalih radliyallaahu ’anhum bahwa berpartai-partai serta berkelompok-kelompok dalam jama’ah-jama’ah yang berbeda-beda pemikirannya – pertama – dan manhaj serta uslub – kedua – bukanlah dari Islam sedikitpun. Bahkan yang demikian itu termasuk yang dilarang oleh Rabb kita ’azza wa jalla pada lebih dari satu ayat dalam Al-Qur’an Al-Karim, diantaranya :

”Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan ALLAH, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”
(Qs. 30: 31-32)

”Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.”
(Qs. 11: 118-119)

Dalam ayat ini ALLAH tabaraka wa ta’ala mengecualikan dari orang-orang yang berselisih yang pasti akan terjadi secara kauniyyah (taqdir) dan bukan secara syar’iyyah (bukan perintah syar’i). Dia mengecualikan dari perselisihan itu kelompok yang dirahmati. ALLAH berfirman : ”kecuali yang diberi rahmat oleh Rabb-mu”.

Rasulullaah shallallaahu ’alaihi wasallam telah menjelaskan manhaj dan jalan yang selamat tidak hanya dalam satu hadits yang shahih. Misalnya (hadits) : ”Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam pada suatu hari menggaris di tanah satu garis lurus, kemudian beliau menggariskan di sekitarnya garis-garis yang pendek dari sisi garis yang lurus tadi. Kemudian beliau membaca firman ALLAH:
”Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”
(Qs. 6: 153)
Dan Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam melewati dengan jarinya garis lurus tadi dan berkata : ”Ini adalah jalan ALLAH, dan ini jalan-jalan dari sisi garis lurus tadi” – dan beliau bersabda : ”Dan di atas setiap jalan itu ada syaithan yang mengajak kepadanya”.

Jadi, hadits ini memberikan pengertian kepada seorang pembahas yang sungguh-sungguh untuk mencari pengertian ash-shiraatul-mustaqiim bahwasannya wajib untuk berada di atas ilmu tentang dua perkara yang sangat penting :

Pertama : apa yang Rasulullaah shallallaahu ’alaihi wasalam ada di atasnya.
Kedua : apa yang para sahabat beliau radliyallaahu ’anhum berada di atasnya.

Jika kita anggap ada jama’ah-jama’ah yang berpencar-pencar di negeri-negeri Islam dengan manhaj ini, maka ini bukan hizb-hizb (yang dilarang oleh ayat tadi). Tetapi itu sesungguhnya adalah jama’ah yang satu, satu manhaj dan satu jalannya. Adapun berpencarnya mereka di berbagai negeri bukanlah merupakan perpecahan dalam pemikiran, aqidah, dan manhaj; tetapi mereka berpisah hanya karena terpisahnya tempat-tempat mereka di banyak negeri.
Hal itu berbeda dengan jama’ah-jama’ah dan hizb-hizb yang berada di satu negeri, tetapi masing-masing membanggakan apa yang ada pada diri mereka. Kita tidak yakin jika hizb-hizb ini berada di jalan yang lurus. Bahkan kita mantap dengan mengatakan bahwasannya jama’ah-jama’ah tersebut berada di jalan-jalan yang di atasnya ada syaithan yang mengajak kepadanya. Semoga ini adalah jawaban dari apa yang telah lewat”
(Fatawaa Asy-Syaikh Al-Albani oleh ‘Ukasyah bin ‘Abdil-Manan Ath-Thibi, cet. I, Maktabah At-Turats Al-Islamy, hal. 106 – 114)
 ========================================================================
”Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada ALLAH, kemudian ALLAH akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”
(Qs. 6: 159)

”Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”
(Qs. 30: 32)
  ========================================================================
Fadlilatusy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidhahullah :
Perpecahan tidak termasuk dari dien karena dien memerintahkan kepada kita untuk berkumpul dan menjadi satu jama’ah dan satu umat di atas ‘aqidah tauhid dan ittiba’ kepada Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wasallam. ALLAH berfirman :

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabb-mu, maka beribadahlah kepada ALLAH”
(Qs. 21: 92)

“Dan berpeganglah kalian dengan tali ALLAH seluruhnya, dan jangan bercerai-berai….”
(Qs. 3: 103)

Dien kita adalah dien jama’ah, agama yang bersatu, oleh karena perpecahan itu bukan dari dien. Berbilangnya jama’ah-jama’ah juga bukan termasuk dien, karena dien kita memerintahkan untuk menjadi jama’ah yang satu, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam :
”Seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah seperti bangunan yang menguatkan sebagian bagi sebagian yang lain” .

Telah diketahui bahwa jasad adalah satu kesatuan yang saling terikat dan tidak ada perpecahan. Karena jika bangunan terpecah, maka dia akan runtuh. Demikian pula jika badan terpecah, maka hilanglah kehidupan. Untuk itu, maka kita harus bersatu dan menjadi jama’ah yang satu yang dasarnya adalah tauhid serta manhajnya adalah dakwah Rasulullaah shallallaahu ’alaihi wasallam dan jalannya di atas dienul-Islam.
(Muraja’aat fii Fiqhil-Waqi’ As-Siyasii wal-Fikri oleh Dr. ’Abdulah bin Muhammad Ar-Rifaa’i hal. 44 – 45)
 ========================================================================
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhaly kemudian mengatakan :
”Ringkasnya bahwa para ulama Islam, ulama sunnah dahulu dan sekarang tidak membolehkan perpecahan tersebut, tidak berpartai-partai (tahazzub). Tidak pula berjama’ah-jama’ah yang berbeda-beda manhaj dan ’aqidah mereka, karena ALLAH subhaanahu wa ta’ala, kemudian (juga) Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam telah mengharamkan yang demikian. Adapun dalil-dalilnya banyak dan telah lewat sebutannya di tempatnya”.

Pahami-Amalkan-Sebarkan
semoga bermanfaat...
Wassalamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh

No comments:

Post a Comment