بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Alkisah, Luqman al-Hakim memasuki sebuah pasar dengan menunggang seekor keledai, sedangkan anaknya mengikutinya dengan berjalan. Melihat hal tersebut, orang-orang yang berada di pasar itu berkata, “Lihatlah orang tua itu, ia tidak memiliki rasa kasihan dengan menunggang keledai, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki.”
Karena mendengar desas-desus tersebut, Luqman pun kemudian turun dari keledainya. Setelah itu, anaknya yang menunggangi keledai tersebut, sedangkan Luqman mengikutinya dengan berjalan. Setelah tiba di pasar berikutnya, orang-orang yang melihat hal tersebut berkata, “Lihatlah itu, sungguh anak tidak beradab, dia menunggangi keledai sedangkan ayahnya dibiarkan berjalan kaki.”
Luqman yang mendengar hal tersebut kemudian naik untuk menunggangi keledai bersama-sama dengan anaknya. Lalu, saat tiba di pasar berikutnya, orang-orang ramai mengomentari hal tersebut. Mereka berkata, “Lihatlah dua orang yang menunggangi seekor keledai, sungguh itu menyiksa (keledai)…” Mendengar keramaian itu, Luqman akhirnya turun dan juga menurunkan anaknya. Sampai tiba di pasar yang selanjutnya, orang-orang kemudian berkata, “Lihatlah, dua orang itu berjalan, sedangkan keledainya tidak ditunggangi.”
Dalam perjalanan pulang, Luqman menjelaskan perkara tersebut kepada anaknya. Ia menasihati anaknya agar tidak mudah terpengaruh oleh perkataan manusia sehingga bersikap latah terhadapnya. “Sesungguhnya tiada seorangpun yang terlepas dari perbincangan manusia.” Latah… Kurang lebih seperti itulah manusia zaman ini. Saat media mengekspos mode terbaru, maka berbondong-bondonglah manusia mengikutinya dengan alasan mengikuti trend dan perkembangan zaman, dimana pada saat ada orang yang tidak mengikuti arus tersebut, maka disebutlah ia sebagai orang yang ketinggalan zaman, kuno, jadul , kuper , atau julukan-julukan lainnya yang bertujuan merendahkan.
Manusia saat ini benar-benar telah menjadi buih yang mudah dibawa arus ke mana pun arus itu mengalir. Mereka seperti bebek yang mengikuti bebek-bebek lain yang sebelumnya telah berlari di depannya. Bahkan, di antara mereka ada yang relah melepaskan identitasnya yang fitrah (baca: Islam) demi sebuah prestise dan eksistensi.
Apa yang terjadi dengan dunia ini? Sungguh tak habis ku berfikir, bisa-bisanya mereka tidak memiliki pendirian yang teguh, bahkan untuk berjalan menyusuri hidupnya sendiri. Mereka tidak percaya diri untuk menentukan tujuan hidupnya sendiri, sehingga mereka harus menggantungkan kehidupan mereka pada mode dan media. Subhanallaah…
Kita harus belajar pada kisah Luqman al-Hakim dan anaknya di atas. Lihatlah, berbuat apapun kita, pasti ada orang yang mengomentari, baik komentar posisitif ataupun negatif. Namun, permasalahannya sekarang, bukan kemudian kita akan dikomentari negatif atau positif. Adalah bagaimana kita sanggup mempertahankan identitas kita (baca: Islam) walaupun di depan, kanan, kiri, dan belakang, orang-orang senantiasa membicarakan kita, menjuluki kita dengan sebutan-sebutan yang digunakan untuk menjatuhkan seperti sok suci, sok malaikat, atau yang lainnya.
Biarkanlah itu semua… Biarkan dunia menghina karena segala aktivitas kita, asalkan ALLAH senantiasa bersama kita. Karena ALLAH yang akan memberikan syurga dan ridha-Nya, bukan mereka, karena hanya ALLAH yang dapat menyelamatkan kita dari api neraka, bukan mereka. Jadi, bertahanlah dalam identitas kita dan jangan jadi generasi latah.
Wallaahu a’lam bishawwab.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah ALLAH" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka: "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan ALLAH kepadamu."
(Qs. 41: 30)
No comments:
Post a Comment