بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
1.Syaitan.
Musuh bebuyutan da`wah dan da`i yang paling terdepan adalah syaitan. Syaitan adalah musuh legendaris ummat manusia sejak zaman Adam alaihissalam. Syaitan telah bersumpah kepada ALLAH akan menyesatkan semua manusia, kecuali hamba ALLAH yang beriman. Namun orang beriman sekalipun tak pernah luput dari sasaran syaitan. Pengecualian itu hanya karena disebabkan ketidakmampuan syaitan menaklukkan kelompok tersebut. Dalam konteks da`wah, syaitan tampil sebagai penggoda atas da`i untuk menggagalkan da`wahnya. Berbagai cara yang dilakukan oleh syaitan, di antaranya: melemahkan dan mementahkan semangat sang da`I agar ia tidak bersungguh-sungguh dalam misinya. Kadangkala terlintas dalam pikiran da`I, da`wah ini berjalan sudah sekian lama, namun tidak ada perubahan berarti dalam kehidupan masyarakat. Sehingga yang muncul berikutnya adalah keputusasaan, pessimisme, dan futur. Bentuk lain penggagalan da`wah sampai pada mengotori keikhlasan niat para da`i. Ketika da`wah diawali dengan motivasi yang tidak lillahi ta`ala, maka ujung dari da`wah itu sudah dapat diperhitungkan (kegagalan). Bahkan ketika sebuah da`wah mengalami kesuksesan, syaitan tidak tinggal diam. Ia mengatakan kepada si da`I, keberhasilan ini semua adalah karena kecerdasanmu, kepiawaianmu dan segala kehebatan sang da`I disebutnya satu persatu.
2.Penguasa yang zalim.
Musuh da`wah berikutnya adalah penguasa. Setiap penguasa mempunyai paradigma berpikir sendiri, yaitu mempertahankan kursi kekuasaan selama mungkin. Siapapun yang ingin mengusik kekuasaan si penguasa harus dimusnahkan. Jika ada yang mengatakan, bahwa kekuasaan itu bersaudara dengan otoriterianisme, itu benar adanya. Penguasa cenderung berpandangan bahwa yang berbeda pendapat dengannya adalah musuh. Dalam konteks da`wah, Islam adalah tata nilai yang semua orang -termasuk penguasa- harus tunduk padanya. Ketika penguasa –dengan segala faktor kemanusiaannya- berseberangan dengan tuntutan da`wah, maka yang terjadi adalah pemberangusan da`wah. Ini sudah merupakan sunnatullaah. Fir`aun pada awalnya memelihara Musa –sebelum menjadi Nabi- di istananya. Tapi ketika da`wah harus disampaikan kepada Fir`aun yang mengaku dirinya Tuhan, maka konflik antara Musa dan Fir`aun tidak dapat dihindari. Di abad duapuluh, naiknya Jamal Abdun-Nashir ke kursi kepresidenan Mesir adalah karena perjuangan Ikhwanul-Muslimin. Bahkan Jamal mengaku pernah berbai`ah kepada Hasan Al-Banna di masa hidupnya. Tetapi ketika sudah menduduki kursinya, Jamal membantai sejumlah tokoh-tokoh organisasi itu. Tuduhannya adalah tuduhan yang biasa dilansir para penguasa ‘berusaha menggulingkan pemerintahan yang sah’.
3.Kekuatan Kafir.
Kekuatan Kafir adalah semua kekuatan yang berdiri di atas fundasi kekafiran, menolak kepemimpinan yang didasarkan pada sistem Ilahi dan manhaj Nabawi. Dahulu orang memahami kekafiran itu sebagai Yahudi dan Nasrani. Dan ini memang benar, hingga sekarang. Tetapi yang perlu diperhatikan baju-baju kekafiran itu tidak hanya Yahudi dan nasrani secara formal. Mereka sering tampil dalam bentuk faham-faham baru, ajaran-ajaran baru sehingga membuat banyak umat Islam menjadi terkecoh.
Dalam konteks Indonesia akhir-akhir ini, kita merasa yakin –bahkan haqqul-yaqin- bahwa keadaan yang kacaubalau ini pasti di baliknya bermain kekuatan Yahudi Internasional bekerjasama dengan kekuatan Salibisme internasional. Logikanya sederhana saja. Kekuatan kafir membayangkan bahwa Indonesia ini berpotensi menjadi negara Islam terbesar di dunia, baik dari sisi kekayaan alam, letak geografis, populasi penduduk, dan semangat (ghirah) Islam yang mulai muncul. Jika ini dibiarkan, bisa-bisa akan menenggelamkan dan menelan dunia Barat. Oleh karenanya arus ini harus dipotong. Kekuatan yang dimilikinya harus ditumpulkan.
Cara yang efektif adalah dengan mengadu-domba antar sesama kekuatan yang ada di dalam negeri. Dan pada tataran Internasional, posisi Indonesia dipojokkan sedemikian rupa, hingga dipandang sebagai negara yang tidak dapat dipertahankan dan harus dilakukan intervensi (dalam bahasa mereka ‘penyelamatan’).
Cara yang efektif adalah dengan mengadu-domba antar sesama kekuatan yang ada di dalam negeri. Dan pada tataran Internasional, posisi Indonesia dipojokkan sedemikian rupa, hingga dipandang sebagai negara yang tidak dapat dipertahankan dan harus dilakukan intervensi (dalam bahasa mereka ‘penyelamatan’).
Bangsa yang selama puluhan tahun hidup dalam keadaan tertindas dan teraniaya, memang dengan mudah dapat dibangkitkan semangat perlawanannya. Kelicikan mereka adalah dengan menguasai publik opini. Dengan menguasai mass-media mereka dengan mudah memainkan publik opini untuk kepentingan mereka. Oleh karenanya sekarang, semua kantong-kantong media massa berada di tangan kaum kafir itu. Sementara kaum intelektual di negeri ini berlomba-lomba ingin menjadi orang populer. Cara praktis untuk menjadi populer adalah dengan sikap ‘tampil beda’. Kaum cendekiawan yang seharusnya mencari jalan keluar yang hakiki dan hikmah (bijaksana), justru ikut memprovokasi masyarakat untuk semakin panas. Kembali pada siasat kaum Kafir di negeri ini adalah dengan adu-domba dan provokasi. Perbedaan yang sesungguhnya sederhana dan mudah diselesaikan, dibesar-besarkan sehingga menjadi masalah yang tak dapat dipecahkan kecuali dengan pembubaran negeri ini. Jika negeri ini bubar, satu-satunya kekuatan yang diuntungkan adalah kekuatan kafir, dan yang paling menderita adalah ummat Islam.
Dahulu mereka memusuhi Habibie. Padahal dengan segala kekurangannya, Habibi adalah orang yang mempunyai visi bagi perbaikan nasib umat Islam. Setidak-tidaknya mempunyai niat baik untuk ummat Islam. Puluhan anak umat yang menjadi ‘doktor’ dalam bidang iptek, karena saham Habibie. Sejumlah data bisa disajikan di sini, tetapi karena keterbatasan ruang, itu tidak memungkinkan. Lalu siapa yang menggantikan Habibie, apakah orang yang lebih baik darinya atau justru sebaliknya? Jadi kita sering terjebak dalam skenario musuh kita. Kenapa? Karena ketidakcerdasan kita, atau kasarnya, karena kebodohan kita. Kita tidak mengerti apa yang kita tuntut. Sekarang, orang ramai-ramai menuntut otonomi, kitapun ikut teriak menuntut otonomi. Lalu, ketika otonomi nanti bergulir, ternyata yang paling siap menyambut otonomi daerah adalah kaum kafir, dan umat Islam hanya sebagai bampernya, barulah kita menyesal, kenapa dahulu kami ngotot menuntut otonomi daerah. Ini hanya satu dari sekian banyak masalah umat.
4.Neo-komunis.
Komunisme mengajarkan pengingkaran kepada ALLAH dan kepada segala yang ghaib. Bagi mereka syurga dan neraka hanyalah khayal. Ajaran tentang sabar, tawakkal kepada ALLAH, taqdir dan sejenisnya hanyalah bius untuk menenangkan orang-orang miskin dan kaum tertindas.
Pola-pola kerja mereka rata-rata mirip dan mudah dikenali, seperti melakukan provokasi agar terjadi huru-hara, chaos dan ketidak-stabilan. Mereka menangguk dalam suasana itu. Yang jadi isu mereka kemana-mana adalah ketidakadilan, kediktatoran, anti kemapanan dan perlindungan pada kaum lemah. Semua isu-isu itu tak lebih dari sekadar kamuflase belaka. Ketika mereka tampil pada kekuasaan, yang terjadi adalah kesengsaraan. Mari kita cari negeri komunis yang memberi keadilan, kebahagiaan dan kesenangan kepada rakyatnya. Uni Sovyetkah (yang sudah terkubur)?, Yugoslaviakah? Vietnam Utarakah? Kubakah?
semoga bermanfaat
barakallaahu fiykum
No comments:
Post a Comment