بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGkZ0qV8Eirm45kRe1P1T3BvV-63uU7-3idI17wTnBPWec9PHpddFZOq8yvp8hsxYQ__i3v2E0Q-jQfok1f9u4tQAQsvuyULmiICKUApSaXmHezzpABgciBzQJ6uESRDdQ6pIdmcoBdH-K/s320/hujan.jpg)
(HR. Bukhari dan Muslim)
*Ilmu dan Petunjuk Dimisalkan Dengan Ghoits (Hujan)
Ilmu yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah ilmu syar’i (ilmu agama). Ilmu tersebut dimisalkan dengan ghoits yaitu hujan yang bermanfaat, tidak rintik dan tidak pula terlalu deras. Ghoits dalam Al Qur’an dan As Sunnah sering digunakan untuk hujan yang bermanfaat berbeda dengan al maa’ dan al mathr yang sama-sama bermakna hujan. Adapun al mathr, kebanyakan digunakan untuk hujan yang turun dari langit, namun untuk hujan yang mendatangkan bahaya. Sebagaimana dalam firman ALLAH:
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitpPYYlvvCyb7l98mX4RQfos051YUH-KckMD5haC7PL2usR15pDDyBdqqptv1SB0oCEh2BrQ59wk09r5XRPJ6HnHBUpsqswqyjsDDWfplgncNQx3AcwKRCDjWair0t4mdCcF3-QxSLYEAO/s320/batu-petir.jpg)
(Asy Syuraa 42: 173)
Sedangkan mengenai ghoits, ALLAH berfirman,
“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur.”
(Yusuf 12: 49)
*Manusia Bertingkat-Tingkat Dalam Mengambil Faedah Ilmu
An Nawawi –rahimahullaah- mengatakan,
“Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan al ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.
Jenis Pertama adalah dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.
Jenis Kedua adalah dia memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang dalam berijtihad dalam ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi dirinya; dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.
Jenis Ketiga adalah dia tidak memiliki banyak hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu tersebut agar bermanfaat bagi orang lain.”
(Syarh Muslim, 15/47-48)
Siapakah Manusia yang Disebutkan dalam Hadits Ini?
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgacwcGS-lXdnqhXXBG5Wx7rL-RQiig8dJXKE-K0asM32Dnv5gMEv5nPorDiXMlVAvNPS77KB0E7DAs73qsGT1seduGM6nn9yAUbUvcN-xNcyKHnxZOYvmrqkHUlEnMUHVCNrX10_MWnH2F/s1600/sifat+manusia+3.jpg)
Orang-orang seperti inilah yang menggabungkan ilmu dalam agama dan kekuatan dalam berdakwah. Merekalah yang disebut pewaris para Nabi sebagaimana yang disebutkan dalam firman ALLAH:
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan al basho-ir.”
(Shaad 38: 45).
Yang dimaksud al basho-ir adalah mengetahui kebenaran. Dan dengan kekuatan, ilmu tersebut dapat disampaikan dan didakwahkan pada yang lainnya.
Manusia jenis pertama ini memiliki kekuatan hafalan, pemahaman yang bagus dalam masalah agama, dan memiliki kemampuan dalam tafsir. Kemampuan inilah yang membuat tumbuh banyak rerumputan di tanah tersebut. Sehingga hal ini yang membuat mereka lebih utama dari manusia jenis kedua.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhsbLFK6zMy2o96ROncRhDjnXN2faiApei7MCoixit_mmkltatWHVpcW3aZj7vW1fw80GY1_6cDHiAmfFrXRSJkvIoHUT6I63d-CL4syYRTl6Us9DcSer46h0SB1WUDD8zyXi02DAilxoGk/s200/sifat+manusia+2.jpg)
“Semoga ALLAH memberi nikmat kepada orang yang mendengar sabdaku, kemudian dia menghafalkannya dan menyampaikannya pada yang lain. Betapa banyak orang yang menyampaikan hadits, namun dia tidak memahaminya. Terkadang pula orang yang menyampaikan hadits menyampaikan kepada orang yang lebih paham darinya.”
(HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ath Thabrani)
Siapakah contoh dari kedua jenis manusia di atas?
Cobalah kita bandingkan berapa banyak hafalan Abu Hurairah dengan Ibnu Abbas? Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menyampaikan hadits-hadits tersebut sebagaimana yang dia dengar. Beliau terus belajar siang dan malam. Jika dibandingkan dengan Ibnu ‘Abbas, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas tidaklah lebih dari 20 hadits. Namun lihatlah keluasan ilmu yang Ibnu ‘Abbas miliki dalam masalah tafsir dan menggali faedah-faedah ilmu, sungguh sangat luas dan mendalam sekali.
Setelah Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, para ulama juga terbagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah hufaazh (yang banyak meriwayatkan hadits). Kelompok kedua adalah yang banyak menggali faedah, hukum dan memiliki pemahaman mendalam terhadap hadits.
Yang termasuk kelompok pertama adalah Abu Zur’ah, Abu Hatim, Bundar, Muhammad bin Basyar, ‘Amr An Naqid, ‘Abdur Rozaq, Muhammad bin Ja’far, Sa’id bin Abi ‘Arubah. Mereka inilah yang banyak meriwayatkan hadits, namun sedikit dalam menggali faedah dan hukum dari hadits yang mereka bawa.
Kelompok kedua adalah seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, Al Awza’iy, Ishaq, Imam Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Abu Daud, dan Muhammad bin Nashr Al Maruzi. Mereka inilah orang-orang yang banyak mengambil faedah dan memiliki pemahaman mendalam terhadap sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua kelompok ini adalah manusia yang paling berbahagia dengan wahyu ALLAH dan sabda Rasul-Nya. Mereka adalah orang menerima dan menoleh pada kedua hal tersebut. Namun di antara keduanya memiliki perbedaan yaitu yang satu memiliki pemahaman lebih mendalam dari yang lainnya. Akan tetapi, keduanya sama-sama memberikan manfaat pada orang lain.
Manusia jenis ketiga adalah bukan termasuk yang pertama dan kedua yaitu mereka yang tidak mau menerima petunjuk ALLAH dan tidak mau menoleh pada wahyu. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman ALLAH,
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).”
(Al Furqaan 25: 44)
Dari Jabir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.”
(Al Jaami’ Ash Shogir)
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgldeBpLufj80ktS45fFYZeNraU8qDqUtJRGJQ7WCvyzHEEb8m1K9BE49DweWBgQOLNsagA-FaHVIMv2Mdkj-MPYfZZaTd3DwG8PJYtLWF8nQGilqxtDmJMEibgUA6sZJGRxFog04jtWm-4/s400/..jpg)
Semoga ALLAH memberikan kita keistiqomahan dalam mencari ilmu diin ini. Semoga ALLAH memberikan kita ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib dan amalan sholeh.
barakallaahu fiykum
No comments:
Post a Comment